• 05 Nov, 2025

m-joni.jpg

Oleh: Muhammad Joni, SH, MH.

Gemuruh kabar anyar program 3 juta rumah datang dari  Fahri Hamzah. Menurut  politisi yang juga Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) itu, pemerintah segera  memanfaatkan 24 hektar lahan di kompleks rumah dinas (rumdis) DPR di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan  sebagai titik lokasi program 3 juta rumah. 

Akankah nantinya dialokasikan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR)? Bagaimana arah konsep pembangunan kawasan yang terdiri dari blok 20 hektar plus 4 hektar yang dipisahkan rel kereta itu?  Siapa patut menikmati  kawasan bernilai ekonomi tinggi eks rumdis anggota parlemen Kalibata? 

Jika memang untuk hunian MBR, apa terobosan menyasar warga miskin kota dan menata kawasan kumuh kota sekitar Kalibata? Akankah melibatkan pelaku usaha (pengembang) lokal yang selama ini menjadi bagian ekosistem pembangunan perumahan MBR?  

Berikut catatan transformasi rumdis wakil rakyat menjadi hunian MBR-cum-perumahan rakyat?  

Pertama: Pemanfaatan tanah eks rumdis DPR Kalibata itu akan menjadi “bandul” gebrakan dari rumah wakil rakyat menjadi perumahan rakyat alias program 3 juta rumah yang kini dilabel Program Strategis Nasional (PSN). 

Terobosan mengubah lahan “mahal” kompleks rumdis DPR menjadi hunian MBR, itu kebijakan pro MBR yang “mahal”. Wajar jika gaungnya menggelegar. Beleid dan konsep perencanaan teknis details-nya dinanti publik, dan kudu melibatkan partisipasi publik. Terutama peruntukannya untuk siapa?  

Tersebab itu jangan kendor  mengawal dan memastikan untuk siapa hunian eks rumdis DPR itu dianugerahkan. Pro-MBR 100%, atau ada  koridor yang disisipkan untuk tower  properti komersial?  

Jika untuk MBR dalam helat PSN 3 juta rumah dengan membangun belasan tower hunian vertikal menjulang,  bisakah "towerisasi" itu diperluas turut  menjadi penataan kawasan yang bisa mengatasi kawasan permukiman kumuh dan rumah tidak layak huni di Jakarta khususnya sekitaran Kalibata?  Apakah disiapkan agenda dan sepaket atensi khusus bagi warga prasejahtera  yang berhampiran sekitar “tanah bertuah” Kalibata? 

Pembangunan hunian vertikal menjulang itu solusi atasi backlog , atau mencakup exit strategy menjawab  kekumuhan kota? Meski menyebut target dalam angka, hemat saya intervensi PSN program 3 juta rumah  tidak hanya reproduksi hunian fisik dan mengejar capaian statistik bangunan unit hunian rumah susun.  

Namun membangun hunian yang mengeliatkan deru mesin ekonomi MBR dan memberdayakan entitas terkecil masyarakat alias keluarga. 

Kedua: Transformasi  lahan mahal eks rumdis DPR menjadi hunian MBR itu terobosan pemberani pro MBR. Sebab, patut ditenggarai  ada godaan ekonomis menggunakan “tuah” lahan yang menggiurkan itu untuk investasi properti komersial atau realestat pro-bisnis. 

Saya kira dengan kelangkaan lahan di Jakarta, maka tidak rasional membangun rumah tapak untuk perumahan MBR, kecuali karena alasan ideologis pemihakan pro rakyat-cum-MBR untuk hunian vertikal yang bukan hanya dalam angka, namun dalam maksud mulia memberdayakan keluarga rakyat biasa.  

Tepat jika  dibangun hunian vertikal atau rumah susun sewa, karena berdiri di atas  status tanah  perbendaharaan negara. Bahkan bukan hanya rumah susun sewa, namun hunian vertikal  MBR  yang "bersubsidi"  paket  utuh intervensi pemberdayaan ekonomi rakyat-MBR.  Itu bukan muskil dan ahistoris, sebab pernah ada paket pembiayaan multiguna yang embodied dengan program perumahan MBR.  

Menyiapkan lahan eks rumdis DPR  untuk rumah tapak ( landed house ) yang dikombinasikan dengan  sisipan properti komersial, bukan hanya tidak rasional karena harganya tidak terjangkau MBR, bahkan tidak menjawab masalah ekonomi keluarga MBR yang hendak disasar dengan PSN program 3 juta rumah. 

Ketiga: Pengembangan hunian vertikal dari lahan eks kompleks rumdis DPR  Kalibata yang berlokasi strategis, lahan mahal dan terlebih  lagi dekat dengan stasiun kereta. Karena itu beralasan dirancang  menjadi model pemanfaatan lahan milik negara menjadi kawasan hunian vertikal untuk MBR yang analog menjawab kekumuhan kota.

Juga,  beralasan dan cocok dirancang dengan konsep hunian Transit Oriented Development (TOD) karena lokasinya dalam radius terjangkau ke stasiun kereta. Namun tidak meninggalkan kemanfaatan hunian berbasis TOD yang berkeadilan untuk semua. Pastikan hunian vertikal berbasis TOD  yang terintegrasi bisa mengurangi beban biaya penghuni atau konsumen dan beban kepadatan transportasi kota. 

Agar “towerisasi” itu tidak menjadi kausal penyingkiran kembali warga penghuni hunian vertikal dengan tarif iuran dan biaya transportasi yang membebani kemampuan membayar warga kawasan. Pak Tjuk Kuswartojo menyebutnya dengan istilah “subsidi ongkos menghuni” –yang bisa dibebankan kepada Pemerintah Daerah.

Keempat: Agar dipastikan  sasaran penerima manfaat dan penggunaan serta penghuni hunian vertikal tersebut  menarget kelompok MBR dan kurang mampu khsususnya dari  kawasan sekitar lahan rumdis DPR Kalibata, pinggiran kali dan kawasan kumuh kota  yang tersisihkan. Agar mereka bisa bangkit dari intervensi penyediaan hunian layak, sehat,  terjangkau dan produktif. Pun, hal itu menjadi  terobosan  keadilan ruang dan akses memenuhi hak dasar atas hunian.  

Kelima: Selain masalah kebijakan eksternalitas pembangunan kawasan  rumah susun untuk MBR dan dinamika mengatasi kekumuhan kota itu, yang tak kalah penting menata ulang pengelolaan rumah susun yang perlu  dirumuskan dengan patut dan pasti agar tidak menimbulkan masalah klasik konflik internal pemilik dan/ atau penghuni dengan pengelola dan pengembang yang berlarut. 

Sebab itu segerakan infrastruktur nonfisik berupa regulasi pengelolaan dan pemanfataan kawasan hunian bahkan  housing codes  penghunian. Patut menyokong  PP tentang Pengelolaan dan Penghunian Rumah Susun disegerakan, termasuk evaluasi pengaturan PPPSRS. 

Keenam: Memastikan  pengguna dan penghuni yang riil adalah sebenar-benar MBR. Memastikan agar hunian vertikal itu tepat sasaran,  dengan cara  evaluasi ketat secara periodik  atas status penghunian dan penggunaannya.  

Karena proyek ini dibangun di Kota Global Jakarta, maka Peraturan Daerah mengenai Rumah Susun, PPPSRS, pengelolaan dan penghunian perlu disegerakan, agar konflik horizontal direduksi, dan kekosongan aturan bisa diatasi. Prospek dan kepercayaan investor pada  keberlangsungan  properti hunian vertikal bisa tercipta dengan  regulasi yang pasti, lengkap, patut, dan adil, serta dapat ditegakkan. 

Keterlibatan Pengembang

Ketujuh: Walau berada di atas lahan tanah bertuah milik pemerintah, namun beralasan menurut  hukum melibatkan peran pelaku usaha atau pengembang MBR domestik  yang telah terdaftar ke dalam ekosistem perumahan dan kawasan permukiman (PKP), dan  teruji kinerjanya dalam jejak program PSR.  

gagasan2.jpg
FOTO FOTO ISTIMEWA

Hemat saya,  pengembang MBR domestik/lokal tidak bisa diabaikan karena mereka  developer “pejuang MBR”  yang terbukti produktif,  berpengalaman, dan konsisten membangun rumah MBR; tabah-loyal sebagai mitra PKP yang tidak "hit and run" dalam ekosistem PKP.   Bahkan, tidak boleh lupa pengembang MBR itu menjadi bagian ekosistem pembangunan PKP dari masa ke masa jejak pembangunan perumahan rakyat. 

Kedelapan: Sekali lagi,  program 3 juta rumah PSN yang diintegrasikan dengan akses kepada pemberdayaan ekonomi keluarga MBR. Postulat saya, defenisi PSN program 3 juta rumah selain akses hunian MBR juga akses pemberdayaan ekonomi keluarga. Agar tekad Presiden Prabowo Subianto mengentaskan kemiskinan melalui pembangunan perumahan yang sehat, layak dan terjangkau namun menjadi kawasan hunian yang bertumbuh. 

Kesembilan: Dengan tidak menafikan kecepatan dan ketepatan, namun tidak belebihan jika membuka partisipasi bermakna untuk menciptakan kawasan hunian MBR  dengan melombakan desain pengembangan kawasan  hunian vertikal bebasis TOD Kalibata yang tidak menyisihkan satu pihak manapun.  

Suksesnya kebijakan berani terobosan transformasi lahan bertuah eks rumdis DPR Kalibata itu  menjadi taruhan tekad Presiden Prabowo yang  menginginkan  rakyat  bisa  auto-tersenyum menikmati  hunian yang layak, terjangkau, sehat, dan berkeadilan. 

*) penulis adalah  praktisi hukum perumahan, pengamat kebijakan perumahan, Ketua Umum Kornas Perumahan Rakyat, Sekjen PP Ikatan Alumni Universitas Sumatera Utara (IKA USU)

Muhammad Rinaldi